1. Mengusap muka setelah salam
(lihat, Silsilah al-Ahaadiits adh-dha’iifah wal maudhuu’ah no. 660 oleh imam Al-Albani.)
2. Berdo’a dan berdzikir secara berjama’ah yg dipimpin oleh imam shalat
(Al-I’tishaam, Imam asy-Syathibi hal 455-456 tahqiq syaikh Salim al-Hilali,Fataawa al-Lajnah ad-Daa-imah VII/104-105, Fataawa Sayikh bin Baaz XI/188-189, as-Sunan wal mubtada’aat hal.70. Perbuatan ini bid’ah, al-Qaulul Mubiin fii Akhtmaa-il Mushalliin hal. 304-305.)
3. Berdzikir dengan bacaan yang tidak ada nash/dalilnya,baik lafazh maupun bilangannya, atau berdzikir dengan dasar hadits yang dha’if (lemah) atau maudhu’ (palsu)
Contoh :
- Sesudah salam membaca : “Alhamdulillaah.”
- Membaca surat al-Faatihah setelah salam.
- Membaca beberapa ayat terakhir surat al-Hasyr dan lainnya
4. Menghitung dzikir dengan memakai biji-bijian tasbih atau yg serupa dengannya,tidak ada satupun hadits yang shahih tentang menghitung dzikir dengan biji-bijian tasbih,bahkan sebagiannya maudhu’ (palsu).
Syaikh al-Albani mengatakan : “Berdzikir dengan biji-bijian tasbih adalah bid’ah. “ (Silsilah al-Ahaadiits adh-Dhaiifah I/185).
Syaikh Bakr Abu Zaid mengatakan bahwa berdzikir dengan menggunakan biji-bijian tasbih menyerupai orang-orang Yahudi, Nasrani, Budha, dan perbuatan ini adalah bid’ah dhalaalah. (As-Subhah Taariikhuha wa Hukmuba hal. 101 cet. I Daarul ‘Ashimah 1419 H – Syaikh Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid.)
Yang di sunnah kan dalam berdzikir adalah menggunakan jari – jari tangan :
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata : “Aku melihat Rasulullah Solallahu 'Alaihi Wassalam menghitung bacaan tasbih (dengan jari –jari ) tangan kanannya. (Hadits shahih, riwayat Abu Dawud no. 1502, dan at-Tirmidzi no. 3486, shahiih at-Tirmidzi III/146 no. 2714,)
Bahkan , Nabi Rasulullah Solallahu 'Alaihi Wassalam memerintahkan para Sahabat Wanita menghitung ; Subhanallaah, alhamdulillaah, dan mensucikan Allah dengan jari-jari, karena jari-jari akan ditanya dan diminta untuk berbicara (pada hari kiamat)
5. Berdzikir dengan suara keras dan beramai-ramai (dengan koor/berjama’ah)
Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita berdzikir dengan suara yang tidak keras (Q.S Al-A’raaf ayat 55 dan 205, lihat Tafsiir Ibnu Katsir tentang ayat ini.)
Nabi Solallahu 'Alaihi Wassalam melarang berdzikir dengan suara keras sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Muslim dan lain-lain.
Imam asy-Syafi’i menganjurkan agar imam atau makmum tidak mengeraskan bacaan dzikir. ( Fat-hul Baari II/326 dan al-Qaulul Mubiin hal.305.)
6. Imam dan makmum membiasakan/merutinkan berdo’a dengan berjama’ah setelah shalat fardhu (wajib) dan mengangkat tangan pada do’a tersebut, (perbuatan ini) tidak ada contohnya dari Rasulullah Solallahu 'Alaihi Wassalam.
(Lihat Majmuu’ Fataawa Syaikh Islam Ibnu Taimiyah XXII/512, 516 dan 519, Zaadul Ma’aad I/257 tahqiq al- Arna’uth. Majmuu’ Fataawa Syaikh bin Baaz XI/167-168, dan Majmuu’ Fatawaa war Rasaa-il Syaikh ‘Utsaimin XIII/253,258,262-270.)
7. Saling berjabat tangan seusai shalat fardhu ( bersalam-salaman).
Tidak ada seorang pun dari sahabat atau Salafush Shalih yang berjabat tangan kepada orang di sebelah kanan atau kiri, depan atau belakangnya apabila mereka selesai melaksanakan shalat. Jika seandainya perbuatan itu baik, maka akan sampai (kabar) kepada kita, dan ulama akan menukil serta menyampaikannya kepada kita (riwayat yang shahih)
( Tamaamul Kalaam fi Bid’iyyatil Mushaafahah ba’das Salaam – Dr. Muhammad Musa Alu Nashr.)
Para ulama mengatakan : “Perbuatan tersebut adalah bid’ah”
Berjabat tangan dianjurkan, akan tetapi menetapkannya disetiap selesai shalat fardhu tidak ada contohnya, atau setelah shalat shubuh dan ‘Ashar, maka perbuatan ini ada bid’ah
(Al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa-il Mushalliin hal. 294-295 dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah I/53.
Wallaahu a’lam bish Shawaah.
Semoga bermanfaat...Mohon maaf bila ada kesalahan dan kekurangan
0 komentar:
Posting Komentar